Selasa, 23 Agustus 2011

MANDEHILING

Suku-bangsa Mandailing bermukim di pedalaman pesisir barat daya pulau Sumatra dan wilayah pemukiman mereka itu dikenal dengan berbagai nama sebutan yaitu Tano Sere, Tano Rura, Luat Mandailing atau Banua Mandailing yang memiliki batas-batas wilayah tertentu.

Secara tradisional orang Mandailing membagi wilayah pemukiman mereka menjadi dua bahagian utama yaitu Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Sebelum proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah Mandailing Godang berada dibawah kekuasaan raja-raja bermarga Nasution, sedangkan wilayah Mandailing Julu dikuasai dan diperintah oleh raja-raja bermarga Lubis. Di samping marga Lubis dan Nasution terdapat pula marga-marga lainnya seperti Pulungan, Rangkuti, Daulae, Hasibuan, Parinduri, Batubara, Harahap, dan sebagainya.

Di sebelah utara, Mandailing berbatas dengan Angkola yang perbatasannya terletak di suatu tempat bernama Simarongit di Desa Sihepeng. Sedangkan perbatasannya dengan Padang Bolak berada di suatu tempat bernama Rudang Sinabur. Di sebelah barat Mandailing terletak wilayah Natal yang perbatasannya terletak di suatu tempat bernama Lingga Bayu. Sebelah selatan wilayah Mandailing berbatas dengan Pasaman (Sumatera Barat) yang perbatasannya terletak di suatu tempat bernama Ranjo Batu. Namun batas wilayah Mandailing dengan wilayah sebelah timur tidak diketahui karena jarang disebut-sebut orang.

Seperti halnya suku-suku bangsa lain di Nusantara, orang Mandailing juga memiliki aneka ragam musik tradisional yang keadaannya sangat memprihatinkan di era globalisasi ini karena semuanya sudah berada di ambang kepunahan. Adapun alat-alat musik tradisional Mandailing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Membranofon : gordang sambilan dan gondang dua

Aerofon : suling, salung, sordam, tulila, katoid, saleot, dan uyup-uyup

Metalofon : ogung, momongan, doal, dan talisasayat

Idiofon : etek, dongung-dongung, pior, gondang aek dan eor-eor

Kordofon : gordang tano dan gondang bulu

Repertoar musik tradisional Mandailing

Gondang 1 Jolo-jolo Turun; 2 Alap-alap Tondi; 3 Moncak (Kutindik); 4 Raja-raja; 5 Ideng-ideng; 6 Tua; 7 Sampuara Batu Magulang; 8 Roba Na Mosok; 9 Mandailing; 10 Pamulihon; 11 Udan Potir; 12 Porang; 13 Sarama Datu; 14 Sarama Babiat; 15 Lima; 16 Roto; 17 Sampedang; 18 Aek Magodang (Touk); 19 Mamele Begu; 20 Tortor.

Ende (Nyanyian) 1 Ungut-ungut; 2 Sitogol; 3 Jeir; 4 Bue-bue.

Ende-ende (Pantun, sastra lama)

Turi-turian (Cerita Bertutur) 1 Raja Gorga di Langit; 2 Nan Sondang Milong-ilong; 3 dan lain-lain.

PERJALAN MARGA LUBIS KE TANAH MANDEHILING

perjalanan marga lubis ke tanah mandheling

Tanah Batak selatan mostly penduduknya adalah orang2 yang bermarga Lubis, Nasution, Harahap dan Siregar. Inilah the big four marga2 disana. Tentu saja ada juga marga2 kecil lainnya seperti Rangkuti, Dalimunte, Batubara, Pulungan, Hasibuan, etc..etc..


Dari segala marga2 tersebut, yang pertama kali menduduki tanah Batak Selatan adalah Lubis clanspeople. Sudah lebih dari 65 generations, sejak +- 1500 tahun yang lalu meninggalkan Toba Lake region. Orang2 marga Lubis semula bertempat tinggal di Toba dekat ke Balige yg sekarang, dan di Uluan dekat ke Narumonda yang sekarang.


Lubis clanspeople yang pergi merantau hanyalah minority. Lubis clanspeople yg tetap di toba adalah yang Majority. Begitulah semula situation-nya. Akan tetapi, pada tahun 1818 orang2 marga Lubis di Toba exterminated dengan pedang oleh Tentara Padri dari Minangkabau pimpinan Tuanku Imam Bonjol (another pahlawan nasional Indonesia from West Sumatera). Akibatnya sebagai berikut: orang2 marga Lubis yang di Mandailing (tanah selatan) sekarang kini menjadi majority. Sedangkan orang2 marga Lubis di Toba, nearly wiped out menjadi rara-avis!


Orang2 marga Lubis mulai dari The southern shores of the Toba lake, pergi migrating ke arah selatan. Mereka melewati daerah2 Humbang, Pahae, Sirpirok, dan Angkola, dan after 15 generations at long last settled di Mandailing selatan. Kenapa begitu jauh jaraknya during 15 generations baru settled, sedangkan mereka melewati daerah2 yang masi kosong penduduk????


This is the explanation: Orang2 marga Lubis hidup paling enak dari robbery agriculture. Artinya: mereka membakara hutan2 dan berladang di situ. Tentu saja very fertile, tanah perawan yang bercampur abu. Akan tetapi, after third years sudah mulai tumbuh lagi ilalang2 and saplings. Daripada banting tulang mencabuti ilalang2, orang2 Lubis enak saja berpindah alamat dan membakari hutan2 di tempat yang lain. Memang paling enak cara robbery agriculture yang begitu, karena sangat banyak pula anak2 rusa dan babi hutan yang turut terbakar. Tinggal angkat, tinggal gigit! Sudah mateng terbakar toch??


Robbery agriculture tentulah devastating untuk daerah hutan yang disiksa begitu. Hanyut segala top soil, yang built up during centuries. Tragic remnants di tanah Batak adalah: tanah tandus di daerah Humbang dan di daerah Sipirok. Seperti tanah tandus di Oklahoma - USA, dimana terjadi dust-bowl.


Sebelum main stream dari suku bangsa Batak mendarat di muara sungai Sorkam dan settled di tepi danau Toba, di muara sungai Batangtoru sudah terlebih dahulu mendarat suatu suku bangsa yg lain, yang bukan Proto Malayan dan juga bukan Neo Malayan. Who??? Suku bangsa LUBU. Suku bangsa Lubu adalah Negroid - Dravidic, sebangsa dengan orang2 Kubu, Sakai (di Riau), Semang, Andaman, Nicobar dan masi banyak lagi suku bangsa Negroid - Dravidic yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara.
Note: Suku Sakai, hingga hari ini masi berada di pedalaman hutan Riau, masi menjadi suku terbelakang, tidak tau kemajuan tekhnologi sudah sampai mana dan beberapa masih menggunakan pakaian adat yang topless seperti suku2 di pedalaman hutan lainnya. Saya mengetahui hal ini secara pasti karena saya sempat grown up di daerah Duri - Riau perumahan PT. Caltex Pasific Indonesia, dimana orang2 suku Sakai masih sering masuk ke daerah kota modern ini untuk meminta sumbangan atau menukarkan hasil ladang mereka dengan beras atau barang2 non sandang - pangan - papan lainnya.


Suku Negroid - Dravidic ini berasal dari Satpuri Hills di India Selatan sebelah barat. Dari situ mereka terdesak keluar karena adanya Arian invension yang memasuki India lewat Khyber Pass. Orang2 Negroid - Dravidic sebenarnya adalah penduduk India yang tertua. Mereka yg di India tertindas dan menjadi untouchable, excluded dari kasta dan excluded dari Agama Hindu. Kini di India masih ada sejumlah +- 12.000.000. Integration dipaksakan oleh perdana menteri Nehru yang bukan saja mengulurkan tangan kepada untouchable people ini, tetapi juga mengangkat seseorang dari mereka menjadi "yang mulia menteri". Bravo for Nehru!!!


Back to the tanah Batak selatan, orang2 Lubu sudah menempati daerah pengaliran sungai Batangtoru, pada waktu forrest burning Lubis clanspeople datang dari jurusan utara. ORang2 Lubu di halau oleh orang2 marga Lubis. Kasian betul Negroid - Dravidic tribes. Dimana-mana tertindas!!!


After 15 generations of happily forrest burnings, pyromaniac Lubis clanspeople at long last sampai di Mandailing Selatan, di tempat Muara Sipongi yang sekarang. Disitu Lubis clanspeople sangat parah diserang!! By whom??? Oleh orang2 suku Minangkabau, Neo Malayans yang juga bekembang secara centripetal dari kaki gunung Merapi - Singgalang.


Lubis Clanspeople terpaksa stop. Orang2 Lubu juga dapat stop, tidak dihalau2 lagi dari belakang. Terjepit antara orang2 marga Lubis dan orang2 Minangkabau, orang2 Lubu occupied the unwanted jungles in between. Hingga hari ini masih happy2 saja di hutan2 yang sedikit itu. Enak memakan apa saja yang hidup, entah yang kakinya 4, entah yang kaki 2 atau tangan 2, dan yang kaki 0. Persis seperti orang2 Pigmee di Africa. Never mind. Yang penting bisa dimakan. Bon Appetit!


Orang2 marga Lubis mau ke barat sudah tidak mungkin. Ada lautan Samudera Hindia. Mau ke Timur juga tidak mungkin. Daerah yang maha luas antara sungai Asahan dan sungai Rokan, during 2 generations sudah di kuasai oleh orang2 marga Harahap yang merupakan Horse riding cattle breeds. Sangat lincah menggunakan butcher knifes!!! Look out Lubis, jangan berani dekat2 dengan pyromany.


Orang2 marga Lubis mau kembali lagi ke Utara, retracting their own devastations ke jurusan danau toba, juga tidak mungkin. Daerah pengaliran sungai Batanggadis sudah diduduki pula oleh suatu mixed population yang terjadi di pelabuhan2 Natal dan Singkuang. Disana terlalu banyak Bugis elements yang siap melemparkan forrest burning Lubis clanspeople ke dalam their own bon fires. Poor Lubis..


Orang2 Lubis di Mandailing selatan terpaksa menjadi well behaving. Terpkasa settled tanpa bakar2 hutan, tanpa robbery agriculture, tanpa gratis deer and pork barbecues. Terpaksa banting tulang mencabuti ilalang2 di ladang2. Lebih parah lagi: terpaksa menggali selokan2 untuk mengairi sawah2. No more Pyromaniac bon fires!


Karena serangan2 dari orang2 Minangkabau tribes untuk membendung forrest burning Lubis clanspeople, maka orang2 Lubis terpaksa pula berbenteng di Pakantan Dolok yang memang sangat startegic letaknya. A natural fortress. Itulah asal mulanya Pakantan sekali setahun menjadi tempat forum dari raja2 Mandailing. Pada forum raja2 mandailing yang terakhir di tahun 1833, di situlah dibuat perjanjian Pakantan. Dan sejak itu Mandailing menjadi bagian dari Hindia Belanda 1833 - 1942.


Demikianlah caranya orang2 Lubis marga Lubis yang berasal dari Toba menjadi orang2 Mandailing Selatan, menjadi orang2 Tanah Batak Selatan yang tertua. Sudah sejak lebih 65 generations.

SILSILAH TAROMBO BATAK

SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu:

1. Guru Tatea Bulan

2. Raja Isombaon



GURU TATEA BULAN

Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :



* Putra (sesuai urutan):

1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan

2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)

3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).

4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)

5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)



*Putri:

1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)

2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon

3. Si Boru Biding Laut, (Diyakini sebagai Nyi Roro Kidul)

4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).

Tatea Bulan artinya “Tertayang Bulan” = “Tertatang Bulan”. Raja Isombaon (Raja Isumbaon)



Raja Isombaon artinya raja yang disembah. Isombaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:

1. Golongan Tatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.

2. Golongan Isombaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.



Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.



PENJABARAN



* RAJA UTI

Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan perempuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual tetap berpusat pada Raja Uti.



* SARIBURAJA

Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu perempuan satunya lagi laki-laki).



Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.



Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.



Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.



Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si Raja Babiat. Di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daerah Angkola dan seterusnya ke Barus.



SI RAJA LONTUNG



Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:

* Putra:

1.. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.

2. Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.

3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.

4. Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.

5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.

6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.

7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.



* Putri :

1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.

2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.



Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.



Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.

Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.



SINAGA

Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.



PANDIANGAN

Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.



NAINGGOLAN

Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.



SIMATUPANG

Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.



ARITONANG

Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.



SIREGAR

Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.



* SI RAJA BORBOR



Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.

Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :



1. Datu Dalu (Sahangmaima).

2. Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.

3. Harahap, keturunannya bermarga Harahap.

4. Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.

5. Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.

6. Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.



Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :

1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.

2. Tinendang, Tangkar.

3. Matondang.

4. Saruksuk.

5. Tarihoran.

6. Parapat.

7. Rangkuti.



Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.



Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya



Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.



SAGALA RAJA



Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.



SILAU RAJA



Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:

1. Malau

2. Manik

3. Ambarita

4. Gurning



Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:

I. Ambarita Lumban Pea

II. Ambarita Lumban Pining



Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki

1. Ompu Mangomborlan

2. Ompu Bona Nihuta



Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.



Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:

1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)

2. Op Raja Marihot

3. Op Marhajang

4. Op Rajani Umbul



Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).

Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.



Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki

1. Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu

Keturunan Op Sohailoan saat ini antara lain Op Josep (Pak Beluana di Palembang)



2. Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon

Keturunan antara lain J ambarita Bekasi, dan saya sendiri (www.domu-ambarita.blogspot.com atau domuambarita@yahoo.com)



3. Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.

Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita



TUAN SORIMANGARAJA



Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :

1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.

2. Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.

3. Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).



Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.

Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.



Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.

Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)



Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.



Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:

1. Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon.

2. Tamba Tua, keturunannya bermarga Tamba. =>red; Henri Tamba Tua Lubis, ..nama ini diluar dari tulisan aslinya tamba tua trnyata putra raja nabolon,knp omp ku ngasih nama ni ya

3. Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi.

4. Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte).



Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung):



SIMBOLON

Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.



TAMBA

Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.



SARAGI

Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.



MUNTE

Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.

Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun.

Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.

Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.



Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:

1. Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.

2. Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.

3. Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.

4. Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.

5. Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.



NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)

Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.

Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:



Raja Mardopang

Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.



Raja Mangatur

Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.



NAI SUANON (tuan sorbadibanua)

Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.



Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.

Dari istri pertama (putri Sariburaja):

1. Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan.

2. Si Paet Tua.

3. Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi.

4. Si Raja Oloan.

5. Si Raja Huta Lima.



Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :

a. Si Raja Sumba.

b. Si Raja Sobu.

c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.



Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.



Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.



Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Tampubolon, Barimbing, Silaen.

2. Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.

3. Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.

4. Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.



Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Hutahaean, Hutajulu, Aruan.

2. Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.

3. Pangaribuan, Hutapea.



Keturunan si Lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Sihaloho.

2. Situngkir, Sipangkar, Sipayung.

3. Sirumasondi, Rumasingap, Depari.

4. Sidabutar.

5. Sidabariba, Solia.

6. Sidebang, Boliala.

7. Pintubatu, Sigiro.

8. Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.



Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.

2. Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.

3. Bangkara.

4. Sinambela, Dairi.

5. Sihite, Sileang.

6. Simanullang.



Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Maha.

2. Sambo.

3. Pardosi, Sembiring Meliala.



Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.

2. Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.



Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Sitompul.

2. Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.



Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:

1. Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.

2. Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.



(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.

***



DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)

Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).

Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:



“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;

Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”

artinya:



“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang);

Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”



Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:

1. Marbun dengan Sihotang

2. Panjaitan dengan Manullang

3. Tampubolon dengan Sitompul.

4. Sitorus dengan Hutajulu – Hutahaean – Aruan.

5. Nahampun dengan Situmorang.